Sunday, December 29, 2013

Life Just Like a Candy





Hidup ini seperti permen, semuanya terbungkus dengan rapih, semenarik mungkin, hingga banyak orang yang tertarik untuk memilikinya.

Tapi apa yang kita lihat di bungkusnya itu, belum tentu mewakili isi permen itu.

Ada yang bentuknya-pun menarik seperti bungkusnya dan ada juga yang sederhana atau bahkan terlalu biasa.

Dari bentuk yang random itupun, ada rasa yang belum bisa kita ketahui, sampai kita buka bungkus permen dan memakannya hingga habis.

Bungkus cantik dan bentuk yang menarik, belum tentu memiliki rasa yang enak. Sebaliknya, bungkus sederhana dan bentuk yang biasa, belum tentu memiliki rasa yang kurang enak.

"Tak ada yang pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, sampai kita sendiri yang menjalani prosesnya sampai habis.."

Tuesday, December 03, 2013

HIATUS

"Hiatus-lah sebelum hiatus itu dilarang.." (anonim)

Saking sibuk dan padatnya schedule akhir-akhir ini, ceileeh, rasanya tuh udah kaku aja ni blog. Tapi pas sekalinya bisa log-in, malah bingung mau ngapain, nulis apa, dimana, gimana, apanya....
yak, itulah....
Akhirnya, cuma bisa ngetik ginian, dan bilang, BYE !!

Semoga suatu saat bisa dapet pencerahan, dan bisa mulai ngacak-ngacak (baca: ngisi) blog ini lagi.. :*

Wednesday, September 12, 2012

(Book's Review) Harus Bisa ! Seni Memimpin ála SBY

Penerbit :
Red & White Publishing

Penulis :
Dino Patti Djalal

Buku ini diterbitkan pada tahun 2008, namun saya baru membacanya belum lama ini. Tapi saya rasa saya perlu membagi review mengenai buku ini, karena buku ini cukup memberikan inspirasi bagi diri saya sendiri. Mudah-mudahan juga bisa bermanfaat bagi semuanya..

Buku ini berisikan dinamika pengambilan keputusan dan tindakan Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang direkam dan dipotret oleh Dino Patti Djalal, staff khusus Presiden Republik Indonesia, pada saat itu. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari kisah-kisah yang ada, terutama oleh para generasi muda bangsa dan para prajurit TNI.

Buku ini merupakan reposisi dari persepsi gaya kepemimpinan SBY yang sekarang ada di benak sebagian masyarakat. Sebuah gaya kepemimpinan demokratis dari seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis dalam suatu situasi transisi yang sama sekali tidak mudah.

"Ide untuk menulis buku ini datang ketika suatu hari saya membersihkan meja kerja saya, dan menemukan segumpulan nota-nota tulisan tangan SBY yang tersimpan di laci. Presiden SBY sering menulis nota-nota ini dalam rapat Kabinet kepada menteri dan stafnya, umumnya berisi instruksi, klarifikasi, atau meminta dicarikan informasi.

Ketika membenahi nota-nota ini, saya langsung sadar bahwa ini bukan arsip biasa: ini adalah sidik jari dari era politik penting yang kelak akan dipelajari di sekolah dan kampus. Dan sidik jari SBY ini ada dimana-mana: dalam berbagai keputusannya, pidatonya, gebrakannya, pikirannya, tindakannya, konflik batinnya-- semua ini adalah jejak-jejak sejarah yang masih segar di depan mata. Dari sinilah timbul gagasan untuk membuat catatan harian untuk merekam peristiwa-peristiwa di Istana.

Dalam menulis catatan harian ini, saya menjadi semakin terekspos terhadap satu tema dasar: kepemimpinan. Mata saya semakin terbuka bahwa sebagian besar masalah nasional kita sangat berkaitan erat dengan faktor kepemimpinan. Dengan kepemimpinan yang baik, maka krisis akan teratasi, konflik dapat diselesaikan, dan negara semakin maju. Sebaliknya, dengan kepemimpinan yang buruk, korupsi semakin parah, ekonomi jadi terpuruk dan reformasi akan mundur. Faktor kepemimpinan, karenanya, bisa menjadi kunci sukses atau penyebab kegagalan."

- Dr. Dino Patti Djalal.

Kurang lebih, seperti itulah sedikit penggalan dari isi buku ini. Kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono atau SBY dalam memimpin Indonesia dalam beberapa tahun dituangkan dalam sebuah buku berjudul “Harus Bisa! Seni Memimpin Ala SBY” oleh seorang penulis yang juga pembantu presiden pada masanya itu, yang dikemas secara memikat dan berhasil mencuri perhatian para pecinta buku.

Buku ini juga dilengkapi dengan paparan kata-kata mutiara dan kata bijak dari banyak tokoh penting di dunia, seperti pada bab 21 yang mencantumkan kata bijak dari Mahatma Gandhi dan masih banyak lainnya.

Dengan membaca buku ini, pembaca diajak untuk dapat mengenal pemimpinnya lebih jauh dari sisi positifnya dan dapat mengambil hal-hal yang dapat bermanfaat serta mampu memiliki jiwa kepemimpinan yang bisa dicontoh.

Ada banyak hal menarik dari sosok presiden ke-6 Republik Indonesia ini yang sebelumnya mungkin tidak diketahui publik. Secara sistematis, dalam buku ini penulis membagi pengalaman dan pelajarannya dari sosok SBY dalam enam bagian besar, yang masing-masing berisi berbagai cerita yang sarat dengan pesan positif. Berikut enam bagian tersebut:

- ‘Memimpin dalam Krisis’
- ‘Memimpin dalam Perubahan’
- ‘Memimpin Rakyat dan Menghadapi Tantangan’
- ‘Memimpin Tim dan Membuat Keputusan’
- ‘Memimpin di Pentas Dunia’
- ‘Memimpin Diri Sendiri’

Dalam bagian ‘Memimpin dalam Krisis’, penulis memaparkan pengalaman dan pengamatannya atas respon SBY yang cepat tanggap dan real time dalam menghadapi berbagai permasalahan yang bersifat kritis. SBY juga mampu membaca bencana Tsunami di Aceh sebagai peluang perdamaian dengan GAM.

Pada bagian ‘Memimpin dalam Perubahan’, SBY juga telah melakukan beberapa dobrakan dalam rangka mengefisienkan birokrasi Indonesia yang terkenal sangat rumit dan lama. SBY juga senantiasa berpikiran positif, lebih memilih untuk merangkul seluruh lawan-lawan politiknya, taat sistem, dan terutama mampu mencari solusi masalah ketimbang beretorika.

Bagian ‘Memimpin Rakyat dan Menghadapi Tantangan’ memuat karakter SBY yang senang terjun ke daerah untuk mendengarkan keluhan rakyat secara langusng (common touch). Di samping itu, SBY tidak pernah tergiur oleh KKN dan ingin agar kantor presiden hemat, profesional, transparan, dan bersih (halaman 163).

Dalam ‘Memimpin Tim dan Membuat Keputusan’, penulis memaparkan cara dan gaya kepemimpinan SBY yang memilih sendiri setiap anggota timnya dan peka terhadap timing. Sebagai contoh, SBY lebih memilih untuk kembali ke Jakarta secepatnya ketika mendengar kabar kesehatan Soeharto yang makin memburuk daripada menyanggupi tawaran menyanyi dari Perdana Menteri Badawi. SBY juga memberikan contoh bagaimana seharusnya seorang pemimpin yang baik bertindak, seperti teliti terhadap detil, obyektif, dan mampu mengambil keputusan di mana saja, kapan saja (a day of decisions).

Bagian ‘Memimpin di Pentas Dunia’ menjadi bagian yang sangat menarik karena penulis mampu memotret gaya kepemimpinan SBY yang bersifat nasionalis sekaligus internasionalis, dilengkapi dengan berbagai contoh yang menarik.

Pada bagian terakhir yang berjudul ‘Memimpin Diri Sendiri’, SBY memperlihatkan sosok pemimpin negara yang sangat berintegritas mulai dari hal-hal kecil seperti menghormati waktu. Penulis bahkan menulis bahwa jika kita dijadwalkan bertemu presiden, sebaiknya kita tiba 30 menit sebelumnya karena beliau sudah akan siap di kantornya 15 menit sebelumnya. Waktu ini beliau gunakan untuk melihat CV tamu dan mendapat paparan mengenai isu yang akan dibahas dalam pertemuan (halaman 384).

Buku ini kiranya dapat menjadi sebuah referensi yang sangat positif bagi siapapun apalagi bagi para calon pemimpin. Buku ini menjadi semakin menarik bukan saja karena ditulis dari sudut pandang ‘orang dalam’ presiden. Penulis juga mampu memformulasi catatan hariannya menjadi fragmen-fragmen kisah menarik yang memungkinkan pembaca menarik sendiri pesan-pesan dari berbagai kisah kepemimpinan ala SBY.

Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa buku ini berhasil membawa nuansa dan wawasan baru dari buku-buku lain bertema serupa karena yang disorot adalah sosok langsung seorang presiden. Buku ini bukanlah buku teori tentang kepemimpinan melainkan buku yang secara langsung menggambarkan kepemimpinan SBY sebagai seorang presiden, sekaligus sebagai seorang manusia. Untuk itu, buku ini hendaknya dilihat secara objektif sebagai salah satu buku kepemimpinan yang menggemakan pesan-pesan positif bagi kemajuan Negara Indonesia.